quartetoolinda.com

quartetoolinda.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengekspresikan keprihatinan mereka mengenai dampak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024, amandemen ketiga dari Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Kebijakan yang berlaku mulai 17 Mei 2024 ini dianggap kurang mendukung sektor usaha di Indonesia, berpotensi memberatkan industri dan berkontribusi pada perlambatan pertumbuhan manufaktur nasional.

Pernyataan ini didukung oleh data terbaru dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang menunjukkan penurunan ke level 52,1 pada Mei 2024, turun dari 52,9 pada bulan sebelumnya. Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa meskipun industri nasional masih relatif sehat dan stabil di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi global, penurunan ini perlu mendapat perhatian.

“Kami bersyukur karena industri manufaktur masih bisa mempertahankan ekspansi selama 33 bulan berturut-turut, namun kami khawatir bahwa perlambatan ini sebagian besar dipicu oleh kebijakan yang kurang mendukung, seperti Permendag No 8/2024,” ujar Febri dalam siaran pers yang dirilis pada hari Senin, 3 Juni 2024.

Febri menambahkan bahwa penurunan aktivitas produksi industri, yang antara lain disebabkan oleh penurunan pesanan dari luar negeri dan kekhawatiran atas pengurangan pesanan domestik, telah mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja di sektor ini. Menurutnya, regulasi seperti Permendag No 8/2024 langsung berdampak pada optimisme pelaku industri.

Sebagai respons, Kemenperin telah mengumpulkan masukan dari berbagai asosiasi industri yang juga menyatakan keberatan mereka atas kebijakan ini. “Kami akan berupaya untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak memberikan dampak negatif lebih jauh bagi industri manufaktur di Indonesia, dan berharap PMI bulan depan tidak akan mengalami penurunan lebih lanjut,” tegas Febri.

Selain itu, Febri juga menyoroti kebijakan lain yang berpotensi menghambat pertumbuhan manufaktur, yaitu kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang berdampak pada penurunan PMI atau kepercayaan diri pelaku manufaktur di Indonesia. “Fasilitas HGBT seharusnya menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi ke Indonesia,” ujarnya.

Febri menekankan pentingnya kebijakan HGBT yang menawarkan tarif US$6 per MMBTU untuk industri, sebagai daya tarik bagi investor. “Banyak calon investor yang menantikan kepastian apakah kebijakan ini akan berlanjut atau tidak, karena ini adalah salah satu kunci utama untuk bersaing di pasar global,” tutupnya.